Banyak heroisme tokoh Galuh yang diceritakan para juru pantun, seperti kisah Balangantrang dan Ciung Wanara, sekalipun dalam babad lain peran Balangantrang dianggap kurang baik, namun hanya karena ada perbedaan cara pandang.
Cerita Galuh lainnya yang telah menjadi milik rakyat secara turun temurun dan melegenda di Nusantara adalah Lutung Kasarung, diduga tokoh Lutung Kasarung adalah Minisri, bergelar Darmasakti Wirayesawara, salah satu raja Galuh pengganti dan menantu Manarah yang menikah dengan puspasari (purbasari). Kita pun agak sedikit kaget ketika melihat diorama Lutung Kasarung di Goa Jatijajar Kebumen, yang sekarang telah masuk yuridiksi Jawa Tengah. Mungkin yang disebut Jawa bagian barat bukan sekedar Jawa Barat, melainkan mencakup daerah lainnya yang dahulu bernama tungtung Sunda.
Cerita rakyat dan epos Galuh tidak bisa dilepaskan dari pasang surut hubungan dua negara besar di Pasundan, yakni Sunda dan Galuh pasca Galuh memerdekakan diri dari bawahan Sunda awal yakni Tarumanagara (Sundapura) maupun pasca penyatuan kembali pada masa Manarah.
Ketika jaman Manarah kerajaan Sunda pernah dibawah kontrol Galuh, akibat dari Perjanjian Galuh dan keberhasilan Manarah merebut kekuasaan dari Tamperan Barmawijaya, anak Sanjaya. Sebelumnya Sanjaya pernah menyatukan kekuasaan Sunda dan Galuh, bahkan meluaskan daerahnya hingga Kalingga. Kekuasaan Sanjaya dipulau Jawa jika dilihat dari peta pulau Jawa, praktis menguasai seluruh wilayah jawa, sehingga tak heran jika Carita Parayangan banyak menulis kisah Sanjaya ini agak lebih terperinci, namun suatu yang sangat mengejutkan ketika para akhli menemukan prasasti Canggal yang bercerita tentang Sanjaya.
Kekuasaan Sanjaya atas wilayah Galuh didapatkan setelah menerima warisan kerajaan Sunda dari Terusbawa, mertuanya. Kemudian kekuasaan di Galuh ia dapatkan setelah merebut dari Purbasora yang menyingkirkan Bratasewa, ayah Sanjaya. Namun perseteruan dari dua kerajaan berakhir secara alamiah, akibat perkawinan campuran antara keturunan Manarah dengan keturunan Bangga.
Menurut para penulis rintisan penelusuran masa silam Sejarah Jawa Barat dan Saleh Danasasmita, Sunda dan Galuh memiliki entitas yang mandiri dan perbedaan tradisi yang mendasar. Menurut Prof. Anwas Adiwilaga Urang Galuh adalah Urang Cai sedangkan Urang Sunda disebut sebagai Urang Gunung. Mayat Urang Galuh ditereb atau dilarung, sedangkan mayat Urang Sunda dikurebkeun.
Perbedaan tradisi Sunda dan Galuh mungkin pada waktu itu dianggap menghambat hubungan keduanya. Urang Galuh merasa kurang nyaman jika dipimpin keturunan Sunda, demikian pula sebaliknya. Upaya menyatukan pernah dilakukan melalui perpaduan atau perkawinan dikalangan para raja dan keluarganya. Misalnya perkawinan keturunan Manarah (Galuh) dengan Banga (Sunda), bahkan dikarenakan Manarah tidak memiliki keturunan laki-laki, maka keturunan Bangga, Rakeyan Wuwus, yang ditikahkan dengan adik Prabu Langlangbumi diangkat menjadi Raja Galuh. Peristiwa ini menandakan adanya perpaduan keturunan Manarah dan Banga.
Perpaduan Sunda dengan Galuh pada masa itu baru pada tahap tingkat raja-raja, sedangkan ditingkat bawah masih ada pertentangan, hal ini sebagai mana dapat diteliti dari terbunuhnya para raja akibat kekurang senangan dipimpin oleh raja yang bukan dari negerinya. Namun penyatuan tradisi tersebut pada kahirnya dapat dituntaskan secara alamiah pada abad ke-13, dengan mengistilahkan penduduk dibagian barat dan timur Citarum (citarum = batas alam Sunda dan Galuh) dengan sebutan urang sunda.
Diyakini diantara kedua leluhur tersebut tidak memiliki rencana dan kesepakatan untuk memilih nama dari gabungan kedua tradisi, seperti menggunakan nama sunda atau Galuh atau Sunda Galuh. Namun nama sunda sejak abad ke-13 sudah banyak digunakan untuk menyebut Urang Galuh dan Urang Sunda, bahkan sumber-sumberf berita luar sudah banyak menyebut penduduk yang ada di wilayah Jawa Bagian Barat dengan istilah Urang Sunda. Mungkin juga Urang Sunda ketika itu dianggap lebih berperan dibandingkan Urang Galuh. Sehingga entitas penduduk di kedua wilayah disebut Urang Sunda.
Tapi ada juga menyebutkan, perbedaan budaya Sunda dan Galuh tidak mendasar dibandingkan dengan etnis lain, masalah ini hanya di blow up oleh pihak penjajah, bertujuan agar Urang Sunda dan Urang Galuh tidak bersatu. Namun biarlah sejarah nanti yang akan membuktikan. Konon kabar waktu adalah Hakim yang paling, karena waktu dapat membuktkan suatu sejarah itu benar atau tidak.
Masyarakat tradisional peminat sejarah lisan masih jarang mengetahui hubungan Galuh dengan Kendan yang didirikan Resiguru Manikmaya. Jikapun diceritakan sudah dipastikan disebutkan Galuh atau para juru pantun menceritakannya dalam kisah karuhun Urang Galuh. Secara tertulis banyak diceritakan dalam diuraikan dalam naskah Carita Parahyangan, sehingga ada pula yang menyamakan naskah tersebut terhadap sejarah Galuh seperti kedudukan Kitab Pararaton terhadap Majapahit.
Adalah Resiguru Manikmaya yang pertama memperoleh Kendan sebagai hadiah dari Maharaja Suryawarman, raja Tarumanagara. Hadiah tersebut tidak hanya wilayah, semacam perdikan, melainkan termasuk rakyat dan tentaranya. Resiguru Manikmaya sebelum menetap di Kendan terlebih dahulu ngalalana kepusat-pusat agama. Konon kabar sebelum Resiguru nganjrek di Kendan, didaerah tersebut sudah lama dihuni penduduk. Hal ini sebagaimana ditemukan oleh Dinas Kepurbakalaan Bandung, bahkan isitilah Bebatuan Kendan didalam arkeolog dunia sudah tidak perlu disangsikan lagi.
Manikmaya dianganggap berjasa menyebarkan agama di wewengkon Tarumanagara. Iapun menantu Suryawarman, raja Tarumanagara ke-7. Ia dinikahkan dengan Tirtakencana. Dukungan terhadap Manikmaya diberikan pula dengan cara menyebar luaskan kedudukannya sebagai penguasa Kendan kepada raja-raja bawahan. Tarumanagara memperingatkan agar raja-raja lain tidak menganggu Kendan, karena Tarumanagara akan tetap memproteksi Kendan.
Kisah Kendan dalam naskah Wangsakerta diceritakan hampir sama dengan sejarah terbentuknya Tarumanagara, semula hadiah dari Salakanagara. Bedanya secara perlahan Salakanagara menjadi kerajaan bawahan Tarumanagara, karena kalah pamor dan ibu daerah lebih berkembang, sedangkan Kendan sengaja dipindahkan ke Medang Jati dan ke Galuh, kemudian menjadi kerajaan yang sejajar dengan sunda, penerus Tarumanagara.
Sumber bacaan :
· Kebudayaan Sunda – Zaman Pajajaran – Jilid 2, Ekadjati, Pustaka Jaya, Bandung – 2005.
· Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat, Jilid 2 dan 3, Tjetjep, SH dkk, Proyek Penerbitan Sejarah Jawa Barat Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat.
· Yoseph Iskandar. Sejarah Jawa Barat (Yuganing Rajakawasa), Geger Sunten, Bandung – 2005.
· Tjarita Parahjangan, Drs.Atja, Jajasan Kebudayaan Nusalarang, Bandung- 1968.
0 komentar:
Posting Komentar
Untuk perbaikan blog dimohon untuk meninggalkan pesan dibawah ini