Sejak masa Manarah berkuasa di Galuh tidak ada gejolak yang menggoyahkan tahta Galuh. Mungkin karena sebelumnya Banga berhasil menaklukan raja-raja disekitar Citarum, kemudian melepaskan dari Galuh dan menjadi negara merdeka.
Memang proses permintaan Banga untuk melepaskan Sunda dari Galuh hampir menimbulkan kemarahan Manarah. Namun berkat jasa perantara Demunawan, yang mengemukakan alasan perlunya ada kesedarajatan antar keturunan Wretikandayun maka Manarah mau melepaskan Sunda sebagai Negara yang merdeka.
Bagi para kritikus sejarah memang ada anggapan yang mustahil tentang eksitstensi Demunawan yang telah memiliki cerita sejak masa pemberontakan Purbasora. Namun dalam Naskah Wangsakerta diceritakan, Demunawan wafat pada umur 128 tahun. Lebih tua dari umur Sempakwaja, ayahnya yang wafat pada umur 109 tahun dan Wreitikandayun, kakeknya yang wafat pada usia 109 tahun.
Penerus Galuh
Manarah sebelum mengundurkan diri menyerahkan kekuasaanya kepada Manisri, suami Puspasari, salah seorang putri Manarah, disebabkan ia tidak memiliki putra laki-laki. Manisri berkuasa sejak tahun 783 sampai dengan 799 M, bergelar Prabu Darmasakti Wirajayeswara.
Manarah didalam cerita Lisan dikenal sebagai tokoh Ciung Wanara, sedangkan Manisri dan Puspasari dikenal sebagai tokoh cerita Lutung Kasarung. Manisri dikenal dengan nama Guruminda, sedangkan Puspasari dikenal dengan sebutan Purbasari. Mungkin karena asal usul Guruminda tidak diketahui maka masyarakat tardisional dan para juru pantun menganggapnya sebagai Putra Sunan Ambu.
Sebagaimana dalam cerita lain, seperti cerita bawang merah dan bawang putih, atau cerita dari luar tentang Cinderela, status Purbasari dikonotasikan sebagai putri bungsu raja yang dianiayai kakak-kakak perempuannya. Disini pun ada semacam cerita yang menyangkut sentimen terhadap saudara tiri.
Misalnya Purbalarang sebagai kakak tiri ditempatkan sebagai si jahat yang mengucilkan Purbasari dari kehidupan istana. Hingga akhirnya datang Sang Lutung yang Kasarung menemukannya. Singkat cerita Purbasari mendapatkan takhtanya dan bersanding dengan lutung yang ternyata seorang kesatria (Guruminda).
Manisri kemudian digantikan oleh putranya, Sang Triwulan (799 – 806 M) digantikan lagi oleh Sang Welengan (806 – 813 M) dengan gelar Prabu Brajanagara Jayabuana. Sepeninggalnya tahta Galuh diserahkan kepada Prabu Linggabumi (813 – 852 M).
Rupanya Manarah dan keturunannya sangat sulit memperoleh anak laki-laki, karena Linggabumi cicit dari Manarah, terpaksa menyerahkan tampuk kekuasaanya kepada Rakeyan Wuwus, raja sunda keturunan Banga, suami adiknya.
Demikian pula sebaliknya, setelah Rakeyan Wuwus (Keturunan Banga) wafat pada tahun 891 M digantikan oleh Prabu Darmaraksa, adik Prabu Langlangbumi dari Galuh. Darmaraksa menikahi adik Raketan Wuwus, sebaliknya Rakeyan Wuwus menikahi kakak Darmaraksa.
Intrik keraton memang belum sedemikian reda, karena masih ada kerabat istnan Sunda yang tidak mau diperintah Urang Galuh. Pada tahun 895 M Peristiwa ini mengakibatkan di bunuhnya Darmaraksa oleh salah seorang Mantri.
Tahta Sunda – Galuh kemudian diserahkan kepada Windusakti atau Prabu Dewageung, putra Darmaraksa. Sejak saat itu kisah Galuh hampir kehilangan rekam jejak dan baru diberitakan kembali pada keturunan Sunda yang Ke – 20. Hal ini diungkapkan Pleyte (1915) dalam artikelnya tentang Sri Jaya Bupati, dalam buku “Maharaja Cri Jayabhupati Soenda’s Ouds Bekende Vorst”, yang mengulas mengenai prasasti Cibadak - Sukabumi.
Para akhli sejarah Sunda mensinyalir, hubungan dan perpaduan budaya Sunda - Galuh baru mencair pada abad ke 13, sebagaimana dengan penyebutan masyarakat Sunda untuk kedua penduduk ini. Kemudian pada abad 14 berita-berita luar sudah menggunakan istilah Sunda untuk masyarakat Sunda - Galuh. Perpaduan nama demikian terjadi secara alamiah, dimungkinkan akibat para tokoh dari daerah Sunda lebih terkenal di masa silam.
Demikian rundayan Carita Galuh masa silam. Jika memang ada salahnya, mudah-mudahan carita ini ada yang mau melakukan koreksi. Hana nguni hana mangke - Tan hana nguni tan hana mangke - Aya ma baheula hanteu teu ayeuna - Henteu ma baheula henteu teu ayeuna - Hana tunggak hana watang Hana ma tunggulna aya tu catangna. Cag Heula. (***)
Sumber bacaan :
1. rintisan penelusuran masa silam Sejarah Jawa Barat (1983-1984).
2. http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Galuh
3. Tjarita Parahyangan - Drs. Atja - Jajasan Kebudayaan Nusalarang (Bandung1968)
4. Sumber lain.
0 komentar:
Posting Komentar
Untuk perbaikan blog dimohon untuk meninggalkan pesan dibawah ini