Kamis, 20 Oktober 2011

Amanat Galunggung

Sumber photo dari Revolusiana.blogspot



AMANAT GALUNGGUNG PRABUGURU DARMASIKSA LULUHUR SUNDA


PURWAWACANA

Amanat Galunggung atau disebut Naskah Ciburuy atau Kropok No.632 yang merupakan amanat Prabu Guru Darmasiksa merupakan khasanah Budaya Sunda sebagai kearifan Genus Lokal. Sebenarnya Budaya Lokal dapat ditelusuri melalui tiga tataran:

  1. Budaya Lokal yang terdapat di segenap wilayah Nusantara; kajian mengenai hal ini telah banyak digarap para pakar, khususnya dalam kajian Sosiologi dan Antropologi Budaya.
  2. Budaya Lokal yang terdapat di Wilayah Jawa Barat/Tatar Sunda bersifat umum tersebar di setiap daerah sebagai penanda budaya etnisnya.
  3. Budaya Lokal yang khusus di satu daerah saja; bisa berdasarkan historis, geografis, filologis, filosofis dan sosiologis. Misalnya saja seperti pada kesempatan sekarang, yaitu seputar Budaya Lokal yang terdapat di wilayah Sukapura/Tasikmalaya, karena lokasi ditemukannya kropak No.632 ini dahulu termasuk wilayah Sukapura.

Beberapa hal yang ingin dicapai kali ini, yaitu untuk:

  1. Menemu-kenali budaya lokal Sukapura/Tasikmalaya. Pada awalnya bisa ditelusuri dengan menyimak budaya fisik yang bisa diindra, misalnya: adat istiadat, bahasa, seni, sistem bermasyarakat, mata pencaharian, iptek dan peralatan. Tentang keberadaan budaya fisik ini, mungkin di Pemda Kabupaten Tasikmalaya telah banyak data yang terdokumentasikan dengan lengkap.
  2. Menemu-kenali citra identitasnya, hal ini akan berkaitan erat dengan sistem nilai (value) dan pandangan hidup (visi) dari masyarakat pendukung budayanya. Dalam hal ini masyarakat Sukapaura/Tasikmalaya. Menurut hemat saya, dalam sistem nilai /visi hidup inilah ciri identitas yang harus ditelusuri, dipilih dan dipilah sehingga tersistemasikan dengan jelas.
  3. Mencari upaya agar nilai-nilai yang menjadi citra atau identitas masyarakat Sukapura/Tasikmalaya dapat ditransformasikan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat. Sehingga dapat dijadikan kontribusi lokal bagi kesejahteraan masyarakat yang berbudaya, yakni masyarakat yang madani dan mardotillah baik lokal, nasional maupun internasional. Sehingga dengan berbekal citra identitas yang otentik, kita bisa membentuk visi hidup yang akan kita wujudkan pada masa kini dan masa yang akan datang.

Dalam tulisan ini analisis terkonsentrasi pada aspek nilai-nilai pandangan hidup (value, etika, moral) yang terdapat dalam referensi kesejarahan (historiografi), seperti halnya yang dijumpai dalam naskah-naskah kuno yang diterbitkan serta ada keterkaitannya dengan wilayah Sukapura/Tasikmalaya.

Sedangkan pada bagian tertentu bisa kita telusuri “benang mas” keotentikan dari nilai-nilai identitas kearifan para leluhur Sunda, khususnya yang menyangkut Wilayah Sukapura/Tasikmalaya. Dalam tulisan ini pendekatan analisis yang digunakan secara linguistik tekstual, filologi dan semiotika (ilmu tentang tanda/lambang).

KERAJAAN SAUNGGALAH I (KUNINGAN)

Awal kisah di mulai dari Kerajaan Saunggalah I (Wilayah Kuningan sekarang) yang sebenarnya telah eksis sejak awal abad 8M; seperti yang terinformasikan dalam naskah lama Pustaka Pararatwan I Bhumi Jawadwipa dengan nama Saunggalah. Rajanya bernama Resiguru Demunawan kakak kandung Purbasora (Raja di Galuh 716-732M). Ayahnyalah (Rahyang Sempakwaja yaitu Penguasa Galunggung) yang mendudukkannya menjadi raja di Saunggalah I.

Tokoh yang mempunyai gelar Resiguru dalam sejarah Sunda hanya dipunyai oleh tiga tokoh, yaitu Resiguru Manikmaya (Raja di Kendan, 536-568M), Resiguru Demunawan (di Saunggalah I/Kuningan, awal abad 8M) dan Resiguru Niskala Wastu Kancana (Raja di Kawali, 1371-1475M). Resiguru adalah gelar yang sangat terhormat bagi seorang raja yang telah membuat/menurunkan suatu “AJARAN” (visi hidup, teh way of live) bagi acuan hidup keturunannya (mungkin yang disebut dalam naskah kuna dengan istilah Sanghyang Linggawesi?).

Bila demikian halnya, maka tidak ayal lagi Resiguru Demunawan, tokoh cikal bakal Kerajaan Saunggalah I pun mempunyai atau membuat suatu “AJARAN”. Keyakinan ini dibuktikan oleh seorang keturunannya yang juga menjadi Raja di Saunggalah I (Kuningan) dan kemudian pindah menjadi raja di Saunggalah II (Mangunreja/Sukapura) yaitu PRABUGURU DARMASIKSA (1175-1297 M) yang memerintah selama 122 tahun (!).

Prabuguru Darmasiksa pertama kali memerintah di Saunggalah I (persisnya sekarang di desa Ciherang, Kec. Kadugede, Kab. Kuningan selama beberapa tahun) yang selanjutnya diserahkan kepada puteranya dari istrinya yang berasal dari Darma Agung, yang bernama Prabu Purana (Premana?).

KERAJAAN SAUNGGALAH II (MANGUNREJA - SUKAPURA - TASIKMALAYA)

Kemudian Prabuguru Darmasiksa pindah ke Saunggalah II (sekarang daerah Mangunreja di kaki Gunung Galunggung, Kabupaten Tasikmalaya), yang nantinya kerajaan diserahkan kepada putranya yang bernama Prabu Ragasuci. Adapun Prabuguru Darmasiksa diangkat menjadi Raja di Karajaan Sunda (Pakuan) sampai akhir hayatnya.

Setelah ditelusuri, ternyata Prabuguru Darmasiksa adalah tokoh yang meletakkan dasar-dasar Pandangan Hidu/Visi ajaran hidup secara tertulis berupa nasehat. Naskahnya disebut sebagai AMANAT DARI GALUNGGUNG, disebut juga sebagai NASKAH CIBURUY (nama tempat di Garut Selatan tempat ditemukan naskah Galunggung tsb) atau disebut pula KROPAK No.632, ditulis pada daun nipah sebanyak 6 lembar yang terdiri atas 12 halaman; menggunakan aksara Sunda Kuna.

Dalam naskah Amanat Dari Galunggung diharapkan kita akan dapat menyebutnya sebagai “AMANAT PRABUGURU DARMASIKSA” yang hanya terdiri dari 6 lembar daun nipah. Didalam amanat ini tersirat secara lengkap apa visi hidup yang harus dijadikan pegangan masyarakat dan menjadi citra jatidiri kita (khususnya Sukapura/Tasikmalaya), lebih makronya lagi bagi orang Sunda yang kemudian mungkin merupakan kontribusi bagi kepentingan kehidupan berbangsa dan bernegara yang berwawasaan Nusantara.

Di bawah rangkuman amanat-amanat Prabuguru Darmasiksa dari setiap halaman (yang diberi nomor sesuai dengan terjemahan Saleh Danasasmita dkk, 1987).

Sistematika rangkuman tersebut terbagi dalam 4 point:

  1. Amanat yang bersifat pegangan hidup /cecekelan hirup.
  2. Amanat yang bersifat perilaku yang negatif (non etis) ditandai dengan kata penafian “ulah” (jangan).
  3. Amanat yang bersifat perilaku yang positif (etis) ditandai dengan kata imperatif “kudu” (harus).
  4. Kandungan nilai, sebagai interpretasi penulis.

AMANAT PRABUGURU DARMASIKSA

HALAMAN 1

Pegangan Hidup:

  • Prabu Darmasiksa menyebutkan lebih dulu 9 nama-nama raja leluhurnya.
  • Darmasiksa memberi amanat ini adalah sebagai nasihat kepada: anak, cucu, umpi (turunan ke-3), cicip (ke-4), muning (ke-5), anggasantana (ke-6), kulasantana (ke-7), pretisantana (ke-8), wit wekas ( ke-9, hilang jejak), sanak saudara, dan semuanya.

Kandungan Nilai:

  • Mengisyaratkan kepada kita bahwa harus menghormati/mengetahui siapa para leluhur kita. Ini kesadaran akan sejarah diri.
  • Mengisyaratkan pula kesadaran untuk menjaga kualitas (SDM) keturunannya dan seluruh insan-insan masyarakatnya.

HALAMAN 2

Pegangan Hidup:

  • Perlu mempunyai kewaspadaan akan kemungkinan dapat direbutnya kemuliaan (kewibawaan dan kekuasaan) serta kejayaan bangsa sendiri oleh orang asing.

Perilaku Yang Negatif:

  • Jangan merasa diri yang paling benar, paling jujur, paling lurus.
  • Jangan menikah dengan saudara.
  • Jangan membunuh yang tidak berdosa.
  • Jangan merampas hak orang lain.
  • Jangan menyakiti orang yang tidak bersalah.
  • Jangan saling mencurigai.

Kandungan Nilai:

  • Sebagai suatu bangsa (Sunda) harus tetap waspada, tidak boleh lengah jangan sampai kekuasaan dan kemuliaan kita/Sunda direbut/didominasi oleh orang asing.
  • Kebenaran bukan untuk diperdebatkan tapi untuk diaktualisasikan.
  • Pernikahan dengan saudara dekat tidak sehat.
  • Segala sesuatu harus mengandung nilai moral.

HALAMAN 3

Pegangan Hidup:

  • Harus dijaga kemungkinan orang asing dapat merebut kabuyutan (tanah yang disakralkan).
  • Siapa saja yang dapat menduduki tanah yang disakralkan (Galunggung), akan beroleh kesaktian, unggul perang, berjaya, bisa mewariskan kekayaan sampai turun temurun.
  • Bila terjadi perang, pertahankanlah kabuyutan yang disucikan itu.
  • Cegahlah kabuyutan (tanah yang disucikan) jangan sampai dikuasai orang asing.
  • Lebih berharga kulit lasun (musang) yang berada di tempat sampah dari pada raja putra yang tidak bisa mempertahankan kabuyutan/tanah airnya.

Perilaku Yang Negatif:

  • Jangan memarahi orang yang tidak bersalah.
  • Jangan tidak berbakti kepada leluhur yang telah mampu mempertahankan tanahnya (kabuyutannya) pada jamannya.

Kandungan Nilai:

  • Tanah kabuyutan, tanah yang disakralkan, bisa dikonotasikan sebagai tanah air (lemah cai, ibu pertiwi). Untuk orang Sunda adalah Tatar Sunda-lah tanah yang disucikannya (kabuyutannya). Untuk orang Sukapura/Tasikmalaya ya wilayahnya itulah tanah yang disucikannya.
  • Siapa yang bisa menjaga tanah airnya akan hidup bahagia.
  • Pertahankanlah eksistensi tanah air kita itu. Jangan sampai dikuasai orang asing.
  • Alangkah hinanya seorang anak bangsa, jauh lebih hina dan menjijikan dibandingkan dengan kulit musang (yang berbau busuk) yang tercampak di tempat samah (tempat hina dan berbau busuk), bila anak bangsa tsb tidak mampu mempertahankan tanah airnya.
  • Hidup harus mempunyai etika.

HALAMAN 4

Pegangan Hidup:

  • Hindarilah sikap tidak mengindahkan aturan, termasuk melanggar pantangan diri sendiri.
  • Orang yang melanggar aturan, tidak tahu batas, tidak menyadari akan nasihat para leluhurnya, sulit untuk diobati sebab diserang musuh yang “halus”.
  • Orang yang keras kepala, yaitu orang yang ingin menang sendiri, tidak mau mendengar nasihat ayah-bunda, tidak mengindahkan ajaran moral (patikrama). Ibarat pucuk alang-alang yang memenuhi tegal.

Kandungan Nilai:

  • Hidup harus tunduk kepada aturan, termasuk mentaati “pantangan” diri sendiri. Ini menyiratkan bahwa manusia harus sadar hukum, bermoral; tahu batas dan dapat mengendalikan dirinya sendiri.
  • Orang yang moralnya rusak sulit diperbaiki, sebab terserang penyakit batin (hawa nafsunya), termasuk orang yang keras kepala.

HALAMAN 5

Pegangan Hidup:

  • Orang yang mendengarkan nasihat leluhurnya akan tenteram hidupnya, berjaya. Orang yang tetap hati seibarat telah sampai di puncak gunung.
  • Bila kita tidak saling bertengkar dan tidak merasa diri paling lurus dan paling benar, maka manusia di seluruh dunia akan tenteram, ibarat gunung yang tegak abadi, seperti telaga yang bening airnya; seperti kita kembali ke kampung halaman tempat berteduh.
  • Peliharalah kesempurnaan agama, pegangan hidup kita semua.
  • Jangan kosong (tidak mengetahui) dan jangan merasa bingung dengan ajaran keutamaan dari leluhur.
  • Semua yang dinasihatkan bagi kita semua ini adalah amanat dari Rakeyan Darmasiksa.

Kandungan Nilai:

  • Manusia harus rendah hati jangan angkuh.
  • Agama sebagai pegangan hidup harus ditegakkan.
  • Pengetahuan akan nilai-nilai peninggalan para leluhur harus didengar dan dilaksanakan.

HALAMAN 6

Pegangan Hidup:

  • Sang Raja Purana merasa bangga dengan ayahandanya (Rakeyan Darmasiksa), yang telah membuat ajaran/pegangan hidup yang lengkap dan sempurna.
  • Bila ajaran Darmasiksa ini tetap dipelihara dan dilaksanakan maka akan terjadi:

    - Raja pun akan tenteram dalam menjalankan tugasnya;

    - Keluarga/tokoh masyarakat akan lancar mengumpulkan bahan makanan.

    - Ahli strategi akan unggul perangnya.

    - Pertanian akan subur.

    - Panjang umur.
  • SANG RAMA (tokoh masyarakat) bertanggung jawab atas kemakmuran hidup.
  • SANG RESI (cerdik pandai, berilmu), bertanggung jawab atas kesejahteraan.
  • SANG PRABU (birokrat) bertanggung jawab atas kelancaran pemerintahan.

Perilaku Yang Negatif:

  • Jangan berebut kedudukan.
  • Jangan berebut penghasilan.
  • Jangan berebut hadiah.

Perilaku Yang Positif:

  • Harus bersama- sama mengerjakan kemuliaan, melalui: perbuatan, ucapan dan itikad yang bijaksana.

Kandungan Nilai:

  • Seorang ayah/orang tua harus menjadi kebangagan puteranya/keturunannya.
  • Melaksanakan ajaran yang benar secara konsisten akan mewujudkan ketenteraman dan keadil-makmuran.
  • Bila tokoh yang tiga (Rama, Resi dan Prabu), biasa disebut dengan Tri Tangtu di Bumi (Tiga penentu di Dunia), berfungsi dengan baik, maka kehidupan pun akan sejahtera.
  • Hidup jangan serakah.
  • Kemuliaan itu akan tercapai bila dilandasi dengan tekad, ucap dan lampah yang baik dan benar.

HALAMAN 7

Pegangan Hidup:

  • Kita akan menjadi orang terhormat dan merasa senang bila mampu menegakkan agama/ajaran.
  • Kita akan menjadi orang terhormat/bangsawan bila dapat menghubungkan kasih sayang/silaturahmi dengan sesama manusia.
  • Itulah manusia yang mulia.
  • Dalam ajaran patikrama (etika), yang disebut bertapa itu adalah beramal/bekerja, yaitu apa yang kita kerjakan.
  • Buruk amalnya ya buruk pula tapanya, sedang amalnya ya sedang pula tapanya; sempurna amalnya/kerjanya ya sempurna tapanya.
  • Kita menjadi kaya karena kita bekerja, berhasil tapanya.
  • Orang lainlah yang akan menilai pekerjaan/tapa kita.

Perilaku Yang Positif:

  • Perbuatan, ucapan dan tekad harus bijaksana.
  • Harus bersifat hakiki, bersungguh-sungguh, memikat hati, suka mengalah, murah senyum, berseri hati dan mantap bicara.

Perilaku Yang Negatif:

  • Jangan berkata berteriak, berkata menyindir-nyindir, menjelekkan sesama orang dan jangan berbicara mengada-ada.

Kandungan Nilai:

  • Manusia yang mulia itu adalah yang taat melaksanakan agama/ajaran dan mempererat silaturahmi dengan sesama orang.
  • Dalam budaya Sunda, yang disebut bertapa itu adalah beramal/bekerja/berkarya.
  • Etika dan tatakrama dalam bermasyarakat perlu digunakan.

HALAMAN 8

Pegangan Hidup:

  • Bila orang lain menyebut kerja kita jelek, yang harus disesali adalah diri kita sendiri.
  • Tidak benar, karena takut dicela orang, lalu kita tidak bekerja/bertapa.
  • Tidak benar pula bila kita berkeja hanya karena ingin dipuji orang.
  • Orang yang mulia itu adalah yang sempurna amalnya, dia akan kaya karena hasil tapanya itu.
  • Camkan ujaran para orang tua agar masuk surga di kahiyangan.
  • Kejujuran dan kebenaran itu ada pada diri sendiri.
  • Itulah yang disebut dengan kita menyengaja berbuat baik.

Perilaku Yang Positif:

Yang disebut berkemampuan itu adalah:

  • Harus cekatan, terampil, terampil, tulus hati, rajin dan tekun, bertawakal, tangkas, bersemangat, s perwira/berjiwa pahlawan, cermat, teliti, penuh keutamaan dan berani tampil. Yang dikatakan semua ini itulah yang disebut orang yang BERHASIL TAPANYA, BENAR-BENAR KAYA, KESEMPURNAAN AMAL YANG MULIA.

Kandungan Nilai:

  • Manusia perlu introspeksi dan retrospeksi.
  • Jangan menyalahkan orang lain.
  • Berkerja harus iklas jangan karena ingin dipuji orang.
  • Orang yang mulia itu adalah orang yang bekerja/beramal/berkarya.
  • Kejujuran dan kebenaran ada di dalam diri pribadi, itu adalah hati nurani.
  • Manusia yang mulia itu adalah yang mempunyai kualitas SDM prima.

HALAMAN 9

Pegangan Hidup:

  • Perlu diketahui bahwa yang mengisi neraka itu adalah manusia yang suka mengeluh karena malas beramal; banyak yang diinginkannya tetapi tidak tersedia di rumahnya; akhirnya meminta-minta kepada orang lain.

Perilaku Yang Negatif:

Arwah yang masuk ke neraka itu dalam tiga gelombang, berupa manusia yang pemalas, keras kepala, pandir/bodoh, pemenung, pemalu, mudah tersinggung/babarian, lamban, kurang semangat, gemar tiduran, lengah, tidak tertib, mudah lupa, tidak punya keberanian/pengecut, mudah kecewa, keterlaluan/luar dari kebiasaan, selalau berdusta, bersungut-sungut, menggerutu, mudah bosan, segan mengalah, ambisius, mudah terpengaruh, mudah percaya padangan omongan orang lain, tidak teguh memegang amanat, sulit hat, rumit mengesalkan, aib dan ista.

Kandungan Nilai:

  • Manusia perlu menyadari keadaan dirinya.
  • Jangan konsumtif tetapi harus produktif dan pro aktif, beretos kerja tinggi serta mempunyai kepribadian dan berkarakater yang positif.
  • Karater yang negatif membawa kesengsaraan manusia baik di dunia maupun di akhirat.

HALAMAN 10

Pegangan Hidup:

  • Orang pemalas tetapi banyak yang diinginkannya selalu akan meminta dikasihani orang lain. Itu sangat tercela.
  • Orang pemalas seperti air di daun talas, plin-plan namanya. Jadilah dia manusia pengiri melihat keutamaan orang lain.
  • Amal yang baik seperti ilmu padi makin lama makin merunduk karena penuh bernas.
  • Bila setiap orang berilmu padi maka kehidupan masyarakat pun akan seperti itu.
  • Janganlah meniru padi yang hampa, tengadah tapi tanpa isi.
  • Jangan pula meniru padi rebah muda, hasilnya nihil, karena tidak dapat dipetik hasilnya.

Kandungan Nilai:

  • Minta dikasihani orang itu adalah tercela.
  • Manusia harus mempunyai ilmu pengetahuan dan berakhlak mulia, sehingga kualitas dirinya prima, seperti padi yang bernas.
  • Orang yang pongah, tidak berilmu dan berkarakter rendah tak ubahnya seperti padi hampa.

HALAMAN 11

Pegangan Hidup:

  • Orang yang berwatak rendah, pasti tidak akan hidup lama.
  • Sayangilah orang tua, oleh karena itu hati-hatilah dalam memilih isteri, memilih hamba agar hati orang tua tidak tersakiti.
  • Bertanyalah kepada orang-orang tua tentang agama hukum para leluhur, agar hirup tidak tersesat.
  • Ada dahulu (masa lampau) maka ada sekarang (masa kini), tidak akan ada masa sekarang kalau tidak ada masa yang terdahulu.
  • Ada pokok (pohon) ada pula batangnya, tidak akan ada batang kalau tidak ada pokoknya.
  • Bila ada tunggulnya maka tentu akan ada batang (catang)-nya.
  • Ada jasa tentu ada anugerahnya. Tidak ada jasa tidak akan ada anugerahnya.
  • Perbuatan yang berlebihan akan menjadi sia-sia.

Kandungan Nilai:

  • Orang berwatak rendah akan dibenci orang mungkin dibunuh orang, hidupnya tidak akan lama, namanya pun tidak dikenang orang dengan baik.
  • Hormatilah dan senangkanlah ahti orang tua.
  • Banyak bertanya agar hidup tidak tersesat.
  • Kesadaran akan waktu dan sejarah.
  • Kesadaran akan adanya “reward” yang harus diimbangi dengan jasa/kerja.

HALAMAN 12

Pegangan Hidup:

  • Perbuatan yang berlebihan akan menjadi sia- sia, dan akhirnya sama saja dengan tidak beramal yang baik.
  • Orang yang terlalu banyak keinginannya, ingin kaya sekaya-kayanya, tetapi tidak berkarya yang baik, maka keinginannya itu tidak akan tercapai.
  • Ketidak-pastian dan kesemerawutan keadaan dunia ini disebabkan karena salah perilaku dan salah tindak dari para orang terkemuka, penguasa, para cerdik pandai, para orang kaya; semuanya salah bertindak, termasuk para raja di seluruh dunia.
  • Bila tidak mempunyai rumah/kekayaan yang banyak ya jangan beristri banyak.
  • Bila tidak mampu berproses menjadi orang suci, ya jangan bertapa.

Kandungan Nilai:

  • Pekerjaan yang sia-sia sama saja dengan tidak berkarya.
  • Tanpa berkarya tak akan tercapai cita-cita.
  • Ketidak tenteraman di masyarakat karena para cerdik pandai, birokrat dan orang-orang kaya salah dalam berperilaku dan bertindak.
  • Pandailah mengukur kemampuan diri, agar tidak sia-sia.

HALAMAN 13

Pegangan Hidup:

  • Keinginan tidak akan tercapai tanpa berkarya, tidak punya keterampilan, tidak rajin, rendah diri, merasa berbakat buruk. Itulah yang disebut hidup percuma saja.
  • Tirulah wujudnya air di sungai, terus mengalir dalam alur yang dilaluinya. Itulah yang tidak sia-sia. Pusatkan perhatian kepa cita-cita yang diinginkan. Itulah yang disebut dengan kesempurnaan dan keindahan.
  • Teguh semangat tidak memperdulikan hal-hal yang akan mempengaruhi tujuan kita.

Perilaku Yang Positif:

  • Perhatian harus selalu tertuju/terfokus pada alur yang dituju.
  • Senang akan keelokan/keindahan.
  • Kuat pendirian tidak mudah terpengaruh.
  • Jangan mendengarkan ucapan-ucapan yang buruk.
  • Konsentrasikan perhatian pada cita-cita yang ingin dicapai.

Kandungan Nilai:

  • Harus mempunyai SDM yang berkualitas prima.
  • Konsenrtrasi dan fokus perhatian sangat penting dalam mencapai cita-cita.

Itulah intisari naskah AMANAT DARI GALUNGGUNG (KROPAK 632), yang disebut dengan AMANAT PRABUGURU DARMASIKSA.

Kini terpulang kepada kita dalam menelusuri, memilih serta memilah dan mensistemasikan nilai-nilai luhur yang diamanatkan oleh Rajaguru Darmasiksa kepada kita Urang Sunda (Saunggalah I, II, Galuh, Sunda), bukankah dengan tegas beliau mengamanatkan bahwa amanatnya ini ditujukan bagi kita semuanya untuk terus berusaha mewujudkan masyarakat yang berbudaya.

KINI KITA HIDUP DI ABAD 21

Nilai-nilai yang menjadi Citra Identitas suatu Budaya (lokal) akan berkaitan erat dengan Otentisitas perilaku/visi hidup masyarakat pendukung budaya lokal tersebut. Tetapi otentisitas jatidiri masyarakat itu pun terdiri dari otentisitas jati diri pribadi-pribadi manusianya secara individual. Ini berarti setiap individu yang berada di wilayah Sukapura/Tasikmalaya (khususnya) harus mempunyai kualitas jatidiri yang bercitra identitas otentik sesuai dengan pandangan hidup yang dianutnya (masyarakat pendukung budayanya).

Bila azas ontentisitas ini akan dijadikan dasar acuan maka perlu diusahakan pentransformasian nilai-nilai yang khas tadi kepada seluruh masyarakat pendukungnya. Hal ini diperlukan untuk mensosialisasikan sekaligus menjadi eladan, sehingga masyarakat Sunda tidak hanya menjadi obyek tapi berperan sebagai subyek, adaptif tetapi proaktif, yang dapat NGINDUNG KA WAKTU BARI NGABAPAAN JAMAN.

Nilai-nilai kearifan budaya lokal yang demikian bermakna, apabila kita tidak menyiasati untuk secepatnya diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka makna nilai-nilai luhur tadi hanya akan terbatas menjadi Pengetahuan/Knowledge/Kanyaho saja. Dalam hal ini hanya untuk memenuhi hasrat bernostalgia dan bermimpi saja, arogansi yang feodalistik, yang tidak ada manfaatnya bagi karakter bangsa.

Apabila kita telaah selintas, Amanat Prabu Guru Darmasiksa ini sepertinya hanya diperuntukkan bagi entitas Sukapura saja, tetapi sebenarnya tidaklah demikian. Amanat ini berkaitan dengan wilayah Galuh sebagai asal mula leluhur Prabuguru Darmasiksa, Wilayah Saunggalah I (Kuningan), Wilayah Sukapura, Wilayah Suci (Garut) dan akhirnya seluruh wilayah Kerajaan Sunda, karena beliau dinobatkan menjadi Penguasa Kerajaan Sunda sampai akhir hayatnya. Maka pada akhirnya Amanat Prabu Guru Darmasiksa ini diperuntukkan bagi seluruh entitas Ki Sunda. Bahkan lebih dari itu, pada awalnya Wawasan Nusantara ini juga termasuk wilayah Sunda Kecil dan Sunda Besar. Maka tak ayal lagi amanat ini pun diperuntukkan bagi seluruh Wawasan Nusantara.

Referensi yang gunakan:

  • Pustaka Pararatwan I Bhumi Jawadwipa - Parwa 1 Sargha 1-4. Agus Aris Munandar dan Edi S. Ekadjati. Yayasan Pembangunan Jawa Barat, 1991.
  • Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat. Drs. Saleh Danasasmita dkk. Pemerintah Propinsi Daerah Tk I. Jawa Barat, 1983-1984.
  • Sewaka Darma. Sanghiyang Siksa Kandang Karesian - Amanat Gakunggung. Ayatrohaedi dkk. Depdikbud, 1987
DIBAWAH INI DIAMBIL DARI SUMBER SUNDANET.COM



Kasadaran sajarah urang Sunda geus aya ti jaman baheula. Hal ieu, misalna, kaunggel dina naskah basa Sunda Kuna Amanat Galunggung nu mangrupakeun amanat RakéyanDarmasiksa, raja Sunda nu maréntah taun 1175 - 1297, ka turunan sarta sakumna urang Sunda, nu unina

"Hana nguni hana mangke, tan hana nguni tan hana mangke. Aya ma beuheula aya tu ayeuna, hanteu ma beuheula hanteu tu ayeuna. Hana tunggak hana watang, tan hana tunggak tan hana watang. Hana ma tunggulna aya tu catangna".

nu hartina,

"Aya bareto aya jaga, lamun teu aya bareto moal aya jaga. Aya baheula aya ayeuna, lamun teu aya baheula moal aya ayeuna. Aya iteuk aya dahan, lamun teu aya iteuk moal aya dahan. Lamun aya tunggul tangtu aya urut tangkalna".

Naskah Sanghyang Siksa Kanda ng Karesian nyebutkeun ngeunaan ayana rupa-rupa kamonésan dina widang kabudayaan, di antarana mémén (dalang), paraguna (ahli karawitan),hémpul (ahli kaulinan), prépantun (juru pantun), lukis (seni batik), jeung darmamurcaya (juru basa nu ahli rupa-rupa basa deungeun). Dina naskah éta ogé kasebut sababaraha carita, lakon pantun, jeung kitab pusaka kaagamaan, nu ngabuktikeun yén dina mangsa harita kasusastran tulis Sunda geus mekar. Gedé kamungkinanana yén jenis sastra mangsa harita mah lolobana dina wangun sastra lisan, kayaning jampé-jampé, pupujian, lagu-lagu kaulinan, kawih jeung carita pantun, jeung carita biasa.

Budaya Sunda Ti Wikipédia, énsiklopédia bébas basa Sunda Luncat ka: pituduh, sungsi

Budaya Sunda nya éta budaya nu dipimilik ku urang (séké sélér) Sunda. Najan budaya Sunda loba nu nyaruakeun jeung budaya séké sélér tatanggana di Nusantara/Indonésia, tetep baé loba bédana. Misalna dina seni tembang Cianjuran, nu najan lirikna loba nu nyokot tina dangding, jeung najan asalna mémang tina seni vokal Jawa, tapi kamekaranana ayeuna geus bisa disebut lain-lainna deui dibanding jeung seni karawitan Jawa.


Sumber dari WIKIpedia




AGAMING PARE

NA TWAH RAMPES DINA URANG AGAMANING PARE

MANGSANAJUMARUM, TELU DAUN

MANGSANA DI OWYAS, GEDE PARE

MANGSANA BULU IRUNG, BEUKAH

TAKARAH NUNJUK KALANGIT, TANGGAH TAKARAH

KASEP NAGWA TU IYA NGARANYA, UMEUSI TAKARAH LAGU TUNGKUL

HARAYHAY ASAK

TAKARAH CANDUKUR NGRASA MANEH KAEUSI


SUNDA MEKAR - CACANDRAN

CACANDRAN PARA LULUHUR
CIRI BUMI DAYEUH PANCA TENGAH
LEMAH LUHURNA LEMAH LENGKOBNA
LEMAH PADATARANNANA

NAGARA MUKTI WIBAWA
PERLAMBANGNA CONGKRANG KUJANG, PAPASANGAN
YASANA PARA DEWATA
TEU SULAYA DINYATANA

PASUNDAN TANAHNA SUBUR
GEMAH RIPAH MAKMUR LOH JINAWI
GUNUNG-GUNUNGNA CURCOR CAINA
NGEPLAK PASAWAHANNANA

SUGIH CUKUP PANGEBONNA
KAHARJAAN TUNCARMAWUR, TIJAUHNA
NAGRI NANJUNG PANJANG PUNJUNG
MURAH SANDANG MURAH PANGAN

SUNDA SURUP KANA TANGTUNG
SUNDA SIEUP NGIMBANG KANA WANDA
ADEG-ADEGNA BUDI BASANA
TEU NARAKEUN WAWANENNA

SOMEAH HADE KASEMAH
MATAK BETAH KANU NGADON BUBUARA
TARA EBREH PANGARTINA
TEU NEMBONGKEUN KABISANA

0 komentar:

Posting Komentar

Untuk perbaikan blog dimohon untuk meninggalkan pesan dibawah ini

 

My Blog List

Site Info

Abc
DESA KERTAHAYU Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template