Perusahaan pelayaran asing adalah perusahaan pelayaran yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia dan memperoleh penghasilan (business profit/passive income) dari Indonesia (baik berbentuk BUT atau tidak).
Dalam melakukan aktivitasnya, perusahaan pelayaran asing menunjuk agen di dalam negeri, yaitu perusahaan pelayaran dalam negeri untuk mewakili kepentingannya dalam melakukan kegiatan di Indonesia.
Mengenai agen dan representative dalam peraturan perundang undangan nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 1999, seperti berikut :
a. Angkutan laut asing yang kapalnya melakukan kegiatan angkutan laut ke dan dari pelabuhan Indonesia yang terbuka untuk perdagangan luar negeri wajib menunjuk perusahaan angkutan nasional yang memenuhi persyaratan yang ditentukan sebagai agen umum. Persyaratan tersebut adalah harus memiliki kapal berbendera Indonesia yang laik laut dengan ukuran sekurang-kurangnya GT 5000 kecuali untuk kapal angkutan laut lintas batas, memiliki agency aggrement atau letter appointment.
b. Perusahaan angkutan laut asing yang menyelenggarakan angkutan laut ke atau dari pelabuhan Indonesia untuk perdagangan luar negeri secara berkesinambungan dapat menunjuk perwakilan di Indonesia dengan memenuhi perseyaratan yang ditentukan. Perwakilan di Indonesia hanya melakukan kegiatan pengurusan administrasi sebagai wakil dari pemilik kapal di luar negeri tetapi tidak boleh melakukan kegiatan keagenan.
Keagenan kapal merupakan hubungan antara pemilik kapal atau principal dengan salah satu pihak atau agen untuk melayani berbagai keperluan selama berlayar dan singgah di Indonesia.
Perusahaan pelayaran dalam negeri sebagai agen kapal asing diharuskan menyampaikanPemberitahuan Keagenan Kapal Asing (PKKA) kepada Dit. Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Ditjen. Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan.
Implikasi Pajak:
Pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 4,5% atas management/handling fee yang dibayarkan kepada agen
PPN dipungut oleh agen atas penyerahan jasa keagenan
Apabila agen tersebut memenuhi syarat sebagai Agen Tidak Bebas (Dependent Agent), sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (5) UU PPh atau Pasal 5 ayat, maka terbentuk Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
Perusahaan pelayaran dalam negeri sebagai BUT perusahaan pelayaran dalam negeri diharuskan mendaftarkan diri di KPP Pratama dimana agen tersebut berkedudukan.
Terbentuknya BUT karena adanya agen tidak bebas menimbulkan masalah tersendiri, karena besar kemungkinan tidak ada kehadiran secara fisik aktiva/staf/karyawan perusahaan asing yang diwakili di Indonesia.
Implikasi Pajak:
Sebagai BUT maka kewajiban pajak dipersamakan dengan Wajib Pajak Dalam Negeri Lainnya.
Timbul kewajiban withholding tax (PPh Pasal 21/23/26/4(2)) atas pembayaran kepada pihak ke-3
Jenis kegiatan usaha non charter shipping dapat dibagi menjadi :
Liner services
yaitu perusahaan pelayaran yang beroperasi sendiri mencari muatan, pada trayek yang tetap dan melayani secara tetap dengan freight yang tertentu.
Tramper
yaitu perusahaan pelayaran yang beroperasi pada trayek dan frekuensi yang tidak tetap, serta freight yang berdasarkan persetujuan antara pemilik kapal dan pemilik barang Tramp.
Feeder
yaitu : perusahaan pelayaran yang beroperasi dengan mengumpulkan muatan pada pelabuhan induk dari pelabuhan-pelabuhan di sekitarnya atau sebaliknya.
Proses kegiatan jasa keagenan ini dimulai dengan adanya order dari shipper (pemilik barang) melaui agen, berdasarkan order tersebut pihak perusahaan menyesuaikan dengan jadwal keberangkatan kapal dan melakukan pengurusan dokumen ke intansi terkait, kemudian membuat nota kebagian EMKL/perusahaan freight forwarding untuk melakukan muat/bongkar.
Dalam melakukan kegiatan usaha pengangkutan barang milik pelanggan (shipper) ini, perusahaan kapal biasanya akan berhadapan perusahaan Freight Forwarding sebagai pihak yang mewakili shipper.
Freight Forwarding (Jasa Pengurusan Transportasi) adalah kegiatan usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut atau udara.
Implikasi Pajak:
Dipotong PPh Pasal 23 oleh shipper atas jasa perantara (Per 70/2007)
Pemotongan PPh Pasal 23/21/4(2) oleh freight forwarder atas item biaya obyek PPh Pasal 23
Tidak ada kewajiban pemotongan PPh Pasal 15 final oleh shipper/freight forwarder (SE- 32/PJ.4/1996) kepada liner/tramper
Masih belum jelas kewajiban pemilik barang/shipper atau freight forwarder untuk memotong PPh Pasal 26 terhadap liner/tramper bukan BUT
Terutang PPN atas penyerahan jasa freight forwarding kepada shipper (tidak termasuk reimbursement).
Perusahaan Pelayaran Asing melalui agennya akan menagih Ocean freight kepada shipper (melalui EMKL/Freight forwarding).
Ocean Freight adalah : Uang yang diminta oleh perusahaan pelayaran untuk kompensasi biaya atas jasa mengangkut barang. Ocean freight inilah yang jelas menjadi dasar pengenaan PPh Pasal 15 final sebesar 2,64% sebagaimana diatur pada KMK 417/1996.
Pendapatan lainnya perusahaan pelayaran asing (melalui agen) yang ditagih kepada shipper:
a. THC (Terminal Handling Charges, yg ditagihkan bersama ocean freight)) – utk muatan container
b. BAF (Bunker Adjustment Factors) surcharge
c. Documents Fee – Ada yang Share dengan agen
d. Container demmurage/detention fee
Perlu penegasan apakah penghasilan lainnya ini termasuk dalam DPP PPh Pasal 15 final sebagaimana diatur pada KMK 417/1996, atau dikenakan PPh Pasal 17.
Pos Biaya Perusahaan Pelayaran Asing (dibayarkan melalui agen di Indonesia) :
Freight commission – dibayarkan kepada agen
Agency/call fee – dibayarkan kepada agen
Port Costs – dibayarkan kepada PELINDO/Syahbandar:
Uang Labuh (Harbour dues)
Light dues
Uang Pandu (Pilotage)
Biaya Kapal Tunda (Tuggage/Towage)
Uang Tambatan (Dockage)
Cargo costs (melalui agent):
Uang Dermaga (Wharfage)
Sewa Penumpukan (Store rent)
OPP/OPT – Ongkos Pelabuhan Pemuatan/Tujuan (stevedorage)
Biaya bongkar / muat
Biaya Mekanik (forklift)
Biaya transhipment (biaya alih kapal)
Biaya2 dokumen Bea & Cukai
Vessel costs:
BBM
Sertifikasi
Crew wages
Biaya2 container di depo
Biaya sewa penumpukan (Store rent)
Lift-on/off charges – biaya menaikkan / menurunkan container ke/dari trailer
Biaya membersihkan container (Cleaning)
Drop-off fee (dibayar saat selesai sewa container)
On-hire fee (dibayar saat mulai sewa container)
Survey fee
Biaya administrasi (Document fee)
Bank Charges – untuk biaya transfer uang kepada principal
Biaya2 Kantor Perwakilan pada umumnya:
Sewa kantor
Gaji staffs
Pajak2
Pembelian asset IT
Pemeliharaan IT dan software
Biaya broadband connetion
Biaya perjalanan (travelling)
Biaya perjamuan (entertainment)
Implikasi Pajak:
Sebagai BUT maka kewajiban pajak dipersamakan dengan Wajib Pajak Dalam Negeri lainnya, termasuk kewajiban withholding tax (PPh Pasal 21/23/26/4(2)) atas pos-pos biaya/pembayaran kepada pihak ke-3 yang merupakan obyek withholding tax.
Terutang PPh Pasal 15 final sebesar 2,64% (KMK 417/1996) dari nilai bruto jasa atau P3B mengatakan lain (hak pajak pada negara resident atau 50%).
PPh Pasal 15 final disetor sendiri oleh perusahaan pelayaran asing (melalui agennya), tidak dengan mekanisme withholding tax (SE- 32/PJ.4/1996).
Pemotongan PPh Pasal 21 atas gaji kru kapal dan karyawan administrasi kecuali Pasal 15 (employment) mengatakan lain.
PPN tidak terutang bila termasuk kategori angkutan umum laut (PP 144/2000).
Permasalahan Pajak :
BUT Pelayaran Asing dikenakan PPh Pasal 15 final sehingga tidak ada kewajiban melampirkan laporan keuangan pada SPT 1771 sehingga sulit bagi AR untuk mengetahui pos-pos biaya BUT yang merupakan obyek withholding tax.
But tidak melakukan kewajiban withholding tax dengan alasan biaya tidak menjadi beban BUT (tidak ada bukti pencatatan biaya) dan pembayaran dilakukan langsung oleh head officedi luar negeri.
Bagaimana pengawasan pembayaran sendiri PPh Pasal 15 final terhadap liner/tramper asing yang belum terdaftar di KPP ?.
Masih belum jelas kewajiban pemilik barang/shipper atau freight forwarder untuk memotong PPh Pasal 26 terhadap liner/tramper bukan BUT.
Bahasan :
Pertanyaan bagaimana pemberlakuan PPH atas jasa keagenan dengan adanya SIUPAL, saya dengar jika sudah ada SIUPAL maka usaha angkutan laut terbebas dari segala macam pajak PPn maupun PPh.
+>Aturan Dephub menyatakan agen kapal (asing) haruslah perushaan pelayaran DN. Syarat sbg perush pelayaran DN adl mempunyai SIUPAL. Jd agen kapal seharusnya pasti punya SIUPAL (walau prakteknya bisa beda).
Tidak ada aturan pajak yg menyatakan pemegang SIUPAL bebas pajak, krn itu berarti semua perush pelyr DN bebas pajak. Aturan yg ada adl bila angkutan umum laut maka tdk terutg PPN, atau kegiatan operasional murni di luar daerah pabean. Pemegang SIUPAL juga bebas PPN sewa kapal, impor/pembelian kapal, dan jasa kepelabuhanan.
.........
Apakah bisa suatu perusahaan yang hanya memiliki SIUJPT menjadi keagenan kapal asing tanpa ada SIUPAL. lalu perusahaan ini menunjuk satu perusahaan lagi yg memiliki siupal utk pengurusan vessel husbandary dll di pelabuhan. lalu bagaimana dengan pelaporan pajaknya karena yg melakukan pembayaran port charges di pelabuhan adalah perusahaan yg tidak memiliki siupal tsb.
SIUJPT adalah Surat Izin Usaha Jasa Perusahaan Transportasi (forwarding license). Apakah perusahaan dgn SIUJPT bisa ditunjuk oleh perusahaan asing menjadi agen di
Syarat agen kapal asing memiliki SIUPAL adl aturan Dephub bukan DJP. Aturan dephub memperbolehkan prinsipal di LN yg melakukan kegt berkesinambungan di
Bagi DJP, rep. off or dependent agent tidak masalah. substansi kegiatannya lah yg menentukan kewjiban pajak yg timbul. Walau bukan sbg agen kapal, rep. off pun juga seharusnya menjadi WP dgn ber-NPWP. Berkewajiban withholding tax PPh Pasal 21/23/4(2)/26 atas pembayaran yg merupakan penghasilan bagi pihak lain (gaji kru kapal, jasa teknik, keagenan, konsultan, dll). Dan/atau setor PPh Pasal 15 atas ocean freight bila ‘diijinkan’ oleh tax treaty.
Sbg kantor perwakilan (representative office) lebih tepat, krn agen kapal hrs punya SIUPAL. lalu rep off ini kembali menunjuk pemegang siupal sbg agen kapal asing. Rep Off ini seharusnya berNPWP utk melaksanakan kewjb pajak prinsipal LN dlm memotong PPh pasal 21 kru kapal, PPh Pasal 23 jasa keagenan/teknik/manajemen (yg dibyrkan kpd port agent), atau setor PPh Pasal 15 atas ocean freight.
port charges = jasa kepelabuhanan ?. Bukan obyek pemotongan PPh Pasal 23 namun dikenakan PPN oleh pihak pelabuhan krn kapal asing.
............
Pertanyaan bila kita membayar ocean fright kepada perushaaan pelayaran asing untuk rute angkutan dari Luar negeri ke
Kami selama ini tidak memotong krn alasan rute Inbound bukan obyek pajak. Dan setahu kami mereka tidak melayani rute domestik maupun outbond.
apakah seharusnya kena PPh psl 15 yg 2.64% ? pemeriksa tidak mau pakai 2.64% dengan alasan tidak punya NPWP, krn KMK 417 & SE nya merujukkan adanya BUT.
+>KMK 417/1996 utk BUT memang mempunyai ‘cacat’ yaitu tidak mengatur kegiatan ‘menjemput’ dari LN ke Ind. Padahal selama BUT tsb memberikan jasa angkutan dan sumber penghasilan (Yg menerima jasa dan membayar penghasilan) di Indonesia maka tdk ada alasan bukan obyek PPh BUT.
Sayangnya ‘cacat’ tsb dipertegas dlm SE-32/1996, padahal Pasal 5 ayat (2) UU PPh jelas2 menyatakan obyek PPh BUT adalah penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT. Seharusnya termasuk kegiatan ‘mengantar’ atau ‘menjemput’ yg dilakukan oleh BUT, selama sumber penghslnya dr
Psl 15 UU PPh dan KMK 417 beserta juklaknya memang hanya utk BUT, WPLN non BUT dikenakan PPh Pasal 26.
PPh Pasal 26 terutang atas peghsl yg dibayarkan/terutang kpd WP LN Non BUT. Tidak diperhatikan jalur kapalnya.
..........
Pertanyaan mengenai BUT Pelayaran :
1. apakah berbeda agent harus berbeda NPWP ?
kalau iya sangat cost of administration sekali…
2. apabila BUT tsb mempunyai kantor sendiri aakah harus memiliki NPWP sendiri ? mengingat transaksi tidak hanya yang berhubungan dgn agent ?
+>Dependent agent (agen tidak bebas) menimbulkan BUT (pasal 2 ayat 4 huruf n UU PPh). Setiap BUT diberikan NPWP dan hak serta kewajiban BUT tsb dijalankan oleh agen tsb (walupun secara fisik sebenarnya entitas perusahaan lain).
Berganti agen tentu berganti NPWP karena agent yg baru tidak akan mempertanggung jwbkan pelaksanaan kewajiban BUT yg dijalankan oleh agen yg lama.
BUT dpt timbul karena penunjukkan dependent agent atau adanya kedudukan manajemen, cabang, kantor perwakilan, atau gedung kantor (Psl 2 ayat 5 UU PPh).
Bila sudah ada kantor perwakilan/cabang maka agen yg ditunjuk hanyalah agen bebas yg tidak berhak mewakili prinsipal. Dengan demikian hak kewajiban BUT dijalankan oleh kantor perwakilan/cabang tsb dan diwajibkan ber-NPWP. Sedangkan agen bebas lawan transaksi tidak ber-NPWP BUT tetapi akan dipotong PPh Pasal 23 oleh BUT kantor perwakilan tsb.
............
Pertanyaan soal teori dan praktek ttg BUT pelayaran asing.
1.Sebenarmya apa bedanya BUT Pelayaran asing yang terdaftar di KPP Badora dengan agen yang terdaftar di KPP setempat (pratama atau madya)
2.Apa efek berlakunya asas cabotage dalam perusahaan pelayaran asing?apakah BUT menjadi hilang dan transaksi dengan perusahaan pelayaran asing menjadi tidak ada sama sekali untuk perairan domestik digantikan dengan perusahaan pelayaran nasional semua?kapan dispensasi asas cabotage itu tidak berlaku lagi utk pengangkutan migas, apakah 2010 ini sudah harus berganti bendera atau baru tahun 2011?
3. Apa efeknya berlakunya SE-47/PJ./2008 tentang Pencabutan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak dan Surat Penegasan tentang Penggunaan Metode Q.Q. pada Faktur Pajak Standar terhadap transaksi yang dilakukan BUT Pelayaran asing?
4.Mohon penjelasannya mengenai FPSO (Floating Production Storage Offloading) vessel, Semi Submersible Transshipper (SST) batubara dan Floating Loading Facilities (FLF) batubara, maupun FSO?
5.Bagaimana sistem kepengurusan BUT Pelayaran asing?apakah mempunyai direktur dan struktur organisasi?
+>>
1. Tidak ada perbedaan, sekarang Badora tidak lagi sbg entry point BUT. WP BUT lama dan beromset besar masih di Badora.
2. Arahnya memang demikian, BUT kapal akan hilang kecuali utk spesifikasi tertentu utk migas yg masih dpt dispensasi s/d thn 2011 klo tdk salah.
Klo tidak salah asas cabotage berlaku utk pelayaran intrainsuler (antar pelabuhan di DN), namun prakteknya utk jalur internasional pun jg diminta berbendera
3. Secara formal (kontrak) jasa angkutan diserahkan oleh perush pelayaran DN walaupun faktanya kapal dan awaknya milik BUT dan perush pelyrd DN hanya sebagai perantara/agen. Ocean freight akan diklaim milik perush pelyrn DN namun sayangnya PPh atas penyerahan jasa dari BUT sbg pemilik kapal ke perush pelyrn DN (bareboat atau fully manned basis) cenderung hilang. Dari sisi PPh akan terjadi potential loss PPh pasal 15 = 1,44% dr transaksi (2,64%-1,2%).
4. istilah kapal tsb dpt digoogling
5. BUT kapal biasanyan BUT independent agent, dimana secara fisik adalah perush pelayaran lokal. Penunjukkan sbg agent biasanya menggunakan letter of appointment kpd salah seorang pengurus perush lokal tsb, dengan demikian pengurus perush lokal tsb sudah mempunyai cukup wewenang mewakili prinsipal dlm menjalankan hak dan kewajb pajk. Struktur organisasi ? ….. tarik saja garis dari organisasi di LN ke salah seorang pengurus perush lokal sbg salah satu bagian strukturnya di Indonesia.
...............
Saya ingin bertaanya tentang perusahaan pelayaran yang tidak memiliki SIUPAL..
Apakah ttp dipotong PPh 15 sebesar 2%?
+>>
..............
Pertanyaan apakah perusahaan Freight and Forwarder yang bapa di sebutkan diatas punya kewajiban memungut PPN dari Shiper pemilik barang , atau tidak, karena di sebutkan bahwa untuk jasa angkutan laut bukan Objek PPN. mohon pencerahan masih gelap
+>Dibedakan pak jasa angkutann laut umum yang diberikan perusahaan pelayaran dan jasa freight forwarding yang diberikan perush freight forwarder.
Jasa freight forwarder tdk termasuk negative list obyek PPN cfm pasal 4A ayat (3) UU PPN shg terutang PPN. Namun demikian, reimbursement (tagihan atas nama pihak ke-3) tidak termasuk DPP PPN.
0 komentar:
Posting Komentar
Untuk perbaikan blog dimohon untuk meninggalkan pesan dibawah ini