Bagian kedua naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian. Berisi pengetahuan umum yang seyogianya diketahui orang banyak. Dimulai dengan semacam "pengantar": Demikianlah kita manusia ini. Bila ingin tahu sumber kesenangan dan kenikmatan, ingat-ingatlah kata Sang Darmapitutur. Maksudnya, demikianlah bila kita akan bertindak, janganlah salah mencari tempat bertanya. Pengantar itu kemudian diikuti dengan berbagai keterangan yang meliputi kehidupan flora, fauna, cerita, lagu, permainan, carita pantun, lukisan, hasil tempaan, ukiran, masakan, kain, agama dan darigama, perang dan siasat perang, mantra dan jampi, puja dan sanggar, perhitungan waktu, pustaka, kesempurnaan negara, cara mengukur tanah, pelabuhan danpelayaran, harga, kehidupan para dewa, dan bahasa yang digunakan.
Setiap bidang mempunyai ahlinya masing-masing, yang mungkin orang mungkin bukan. Jika ahlinya itu orang, memang demikianlah adanya. Jika bukan orang, yang disebut ahli itu pada dasarnya adalah makhluk yang pasti tahu dengan lebih baik daripada orang kebanyakan. Demikianlah, bila ingin tahu tentang taman yang jernih, danau berair sejuk, tanyalah angsa; bila ingin tahu isi laut, tanyalah ikan; bila ingin tahu isi hutan, tanyalah gajah; bila ingin tahu harum dan manisnya bunga, tanyalah kumbang. Semuanya dapat diartikan agar tidak salah memilih tem-pat bertanya.
Dalam pada itu, orang atau ahli tempat bertanya itu terdiri atas mémén (dalang), paraguna, hempul, prepantun, lukis, panday, marangguy, hareup catra, pangeuyeuk, pratanda, hulu jurit, brahmana, janggan, bujangga, pandita, ratu, mangkubumi, puhawang, citrik byapara, wiku paraloka, dan jurubasa darmamurcaya.
Dalang adalah orang yang mengetahui semua cerita, yaitu cerita-cerita Damarjati (Darmajati), Sanghyang Bayu, Jayaséna, Sedamana, Pu Jayakarma, Ramayana, Adiparwa, Korawasarma (Korawasrama), Bimasorga, Ranggalawé, Boma, Sumana (Sumanasantaka), Kalapurbaka, Jarini, dan Tantri.
Paraguna adalah orang yang mengetahui berbagai macam lagu, yaitu kawih bwatuha, kawih panjang, kawih lalaguan, kawih panyaraman, kawih sisindiran, pererane, peureud eurid, kawih babahanan, kawih bangbarongan, kawih tangtung, kawih sasambatan, dan kawih igel-igelan.
Hempul (ahli "permainan rakyat") dapat menerangkan dengan baik berbagai jenis permainan, misalnya ceta maceuh, ceta nirus, tatapukan, babarongan, babakutrakan, ubang-ubangan, neureuy panca, muni¬keun lembur, ngadu lisung, asup kana lancar, dan ngadu nini.
Dalam pada itu prepantun sebagai ahli carita pantun dapat dimintai keterangan mengenai carita pantunLanggalarang, Banyakcatra, Siliwangi, dan Haturwangi.
Lukis sebagai ahli lukisan dapat menerangkan hal-hal yang berkenaan dengan seni lukis, ter-masuk coraknya, a.l.pupunjengan, hihinggulan, alas-alasan, kekembangan, urang-urangan, memetahan, sisirangan, taruk hata, dankembang taraté.
Hal-hal yang dapat ditanyakan kepada panday (pandai) adalah berbagai macam perkakas, misalnya pedang, abet, pamuk, golok, péso teundeut, dan keris yang semuanya itu termasuk kelompok genggaman sang prabu.
Di samping itu ada senjata yang digunakan oleh petani, yaitu kujang, baliung, koréd, patik, dan sadap; dan senjata kaum pendeta, yaitu kala katri, péso raut, péso dongdang, pangot, dan pakisi. Setiap kelompok memiliki dewanya masing-masing: kelompok pertama berdewakan raksasa karena senjata itu digunakan untuk membunuh; kelompok kedua berdewakan Detya karena digunakan untuk mencari makan dan minum; dan kelompok ketiga berdewakan Danawa karena biasanya digunakan untuk mengiris.
Jika kita ingin mengetahui berbagai macam ukiran, a.l. dinanagakeun, dibarongkeun, ditiru paksi, ditiru were, danditiru singa, maka tempat bertanyanya adalah marangguy yang memang ahli ukiran.
Kembang muncang, gagang senggang, sameleg, seumat sahurun, anyam cayut, sigeji, pasi-pasi, kalangkang ayakan, poleng rengganis, jayanti, cecempaan, paparanakan, mangin haris sili ganti, boéh siang, bebernatan, papakanan, surat awi, parigi nyengsoh, gaganjar, lusian besar, kampuh jayanti, hujan riris, boeh alus, dan ragén pangantén, yaitu segala jenis kain dan coraknya, keterangannya dapat diperoleh dari pangeu¬yeuk sebagai ahlinya.
Dalam pada itu, keterangan yang jelas mengenai bermacam masakan dapat diperoleh dari hareup catra yang ahli masakan, a.l. nyupar-nyapir rara mandi, nyocobék, nyopong konéng, nyanglarkeun, nyarengseng, nyeuseungit, nyayang ku pedes beubeuleuman, panggangan, kakasian, hahanyangan, rarameusan, diruruum, dan amis-amis.
Bagaimana "jenjang" dalam bidang keagamaan? Jika kita ingin mengetahui mengapa acara kalah oleh adigama, adigama kalah oleh gurugama, gurugama kalah oleh tuhagama, tuhagama kalah oleh satmata, satmata kalah oleh surahloka, sedangkan surahloka kalah oleh nirawerah, kita harus menanyakannya kepada pra tanda.
Pengetahuan mengenai siasat perang, a.l. makarabihwa, katrabihwa, lisangbihwa, singhabihwa, garudabihwa, cakrabihwa, suci muka, braja panjara, asu maliput, merak simpir, gagak sangkur, luwak maturut, kidang sumeka, babah buhaya, ngalingga manik, lemah mrewasa, adipati, prebu sakti, paké prajurit, tapak sawetrik, dapat diperoleh dari ahlinya yang disebut hulu jurit.
Pengetahuan mengenai segala macam mantra dapat dipelajari dari brahmana yang dapat menjelaskan apa yang disebut jampa-jampa, geugeuing, susuratan, sasaranaan, kaseangan, pawayagahan, puspaan, susudaan, huriphuripan, tunduk iyem, pararasen, dan pasakwan.
Patah puja daun, gelar palayang, puja kembang. nyampingan lingga, dan ngomean sanghyang yang semuanya merupakan bentuk-bentuk pemujaan di sanggar, keterangannya dapat diperoleh dari ahlinya yang disebut janggan. Sementara itu bujangga yang merupakan ahli dawuh nalika (pertanda zaman) dapat memberikan keterangan mengenai bulan gempa, tahun tanpa tenggek, tanpa sirah, sakala lumaku, sakala mandeg, bumi kapendem, danbumi grempa.
Dengan menghubungi dan meminta keterangan kepada pandita yang dianggap paling banyak mengetahui isi pustaka, akan diperoleh pengetahuan mengenai darmasiksa, siksa kandang, pasuktapa, padinaan, mahapawitra, siksa¬guru, dasasila, tato bwana, tato sarira, dan tato ajnyana.
Bila kita menginginkan pengetahuan mengenai kesempurnaan di seluruh negara, maka tempat bertanya yang paling tepat adalah ratu. Ia dapat menjelaskan hal-hal yang berkenaan dengan kamulyaan, kautamaan, kapremanaan, kawisésaan. Dalam pada itu, pejabat di bawah raja, yaitu mangkubumi, sangat banyak pengetahuannya mengenai hal-hal yang berhubungan dengan ukur-mengukur tanah, misalnya saja ngampihkeun bumi, masinikeun na urang sajagat, parin pasini, ngadengdeng, maraspade, ngukur, nyaruakeun, nyipat, midana, lamun luhur dipidatar, danancol dipakpak.
Puhawang yang sehari-hari hidup bergelut dengan lautan, dapat menerangkan dengan sangat baik hal-hal yang ada kait-hubungannya dengan laut dan pelabuhan, misalnya gosong, gorong, kabua, ryak mokprok, ryak maling, alun agung, tanjung, hujung, nusa, pulo, karang nunggung, tunggara, dan barat daya.
Pengetahuan mengenai berbagai macam harga, misalnya telu sayuta, telu saketi, telu salaksa. telu sariwu, telu satak, telu saratus, telu sapuluh, karobelah, katelubelah, kapatbelah, kalimabelah, kanembelah, kapitubelah, kawolubelah, akan dapat diperoleh dari ahlinya yang disebut citrik byapari.
Pengetahuan terakhir yang disebutkan jenis dan ahlinya, ialah pengetahuan yang berkenaan dengan tingkah dan kelakuan para dewa. Hal-hal yang berkenaan dengan sandi, tapa, lungguh, pratyaksa. putus tangkes, kaleupaseun, tata hyang, tata dewata, rasa carita, kalpa carita dengan ahlinya yang disebut wiku paraloka.
Dalam pada itu, kalau suatu ketika kita "terpaksa" menjadi orang bisu karena tidak dapat bertalimarga dengan seseorang yang berbeda bahasa dengan kita, tidak usah gelisah; kita dapat meminta pertolongan jurubasa darmamurcaya yang memang kasabnya adalah jurubasa darmamurcaya.
Dari uraian ini jelas bahwa ilmu dan pengetahuan orang Sunda di masa lampau erat kaitannya baik dengan kehidupan kemasyarakatan (senjata, masakan, siasat perang, kain, tanah, pelayaran, harga, dan pemerintahan) maupun dengan kehi¬dupan keruhanian, kebudayaan, dan keterampilan (carita pantun, lagu, permainan, lukisan, agama dan parigama, mantra, pemujaan, pustaka, bahasa, kedewataan, dan pertanda zaman).
Jika dilihat bahwa lebih banyak pengetahuan yang berkenaan dengan segi kehidupan kerohanian disebutkan dalam naskah itu, barangkali dapat juga dipertimbangkan untuk menduga bahwa nampaknya orang Sunda di masa lampau lebih mementingkan pengetahuan kerohanian dan kebudayaan daripada pengetahuan kemasyarakatan yang praktis.
Dikutip dari Ensiklopedi Sunda: Alam, Manusia, dan Budaya (2000). Jakarta: Pustaka Jaya.
Sumber : Naskah Sunda
0 komentar:
Posting Komentar
Untuk perbaikan blog dimohon untuk meninggalkan pesan dibawah ini